"House Music" di Pesisir Tenggara Kalimantan

 

"House Music" di Pesisir Tenggara Kalimantan



Seorang ABG yang dikenal rajin menggelar berbagai event pertunjukan musik menyodorkan sebuah proposal pergelaran seni budaya daerah. Setelah saya bolak-balik, dan saya perhatikan secara saksama, tak ada yang menarik dari proposal tersebut, kecuali bahwa event yang akan digelar membutuhkan anggaran puluhan juta rupiah.

Saya tentu tak bisa menyumbangkan uang atau tenaga karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja masih ngos-ngosan. Saya juga tak mungkin mengambil tabungan saya hanya untuk menyumbang di acara seni budaya itu. Itu sama saja memupus impian saya untuk berpoligami.

Tak bermaksud sombong. Selama dua dasawarsa tinggal di wilayah tenggara Kalimantan, saya memang dikenal sebagai salah satu orang yang aktif dalam urusan seni dan budaya. Tulisan-tulisan saya yang bernada kritik sosial dan budaya juga kerap menghiasi beberapa media cetak lokal di daerah ini. Bukannya sombong lho ya. Sekali lagi, bukan sombong.

Karena saya tidak bisa memberikan sumbangan, akhirnya si pemuda pulang dengan tangan hampa. Padahal ia sudah mengatakan dengan berapi-api bahwa event yang digelar akan menyedot ratusan, bahkan ribuan penonton. Mungkin bisa disejajarkan dengan konser U2, The Rolling Stones, Iwan Fals, atau Slank. Memang agak aneh. Sebab selama ini, belum ada event seni budaya daerah yang menarik perhatian begitu banyak penonton. Saya doakan saja, semoga pemuda dan panitia penyelenggara mendapat banyak sponsor.

Singkat cerita, saya mendengar event seni budaya berlangsung meriah. Banyak muda-mudi yang ikut hadir dalam event tersebut. Tetapi menurut keterangan salah seorang teman, sama sekali tak ada unsur seni budaya seperti yang selama ini saya pahami.

Event yang digelar justru sangat jauh dari budaya lokal di daerah ini. "Bungkusnya memang seni budaya, tetapi isinya sama saja dengan event-event lainnya yang lebih menonjolkan budaya barat dibanding budaya asli Nusantara," begitu kata teman saya yang menonton langsung acara tersebut. "Ini namanya racun yang dibungkus madu," tukasnya, sembari kencing di bawah pohon kelapa. 

Saya mengelus dada. "Untung saya nggak jadi nyumbang." Dari dulu, saya memang tidak pernah sepakat dengan acara yang menyuguhkan musik dugem lengkap dengan wanita seksi pengumbar syahwat. 

Kata teman saya, salah satu penyebab banyaknya penonton di event tersebut karena ada penampilan DJ Slamet sebagai bintang tamu. Kalau sudah bicara profesi DJ, tentu tidak bisa dilepaskan begitu saja dari musik hura-hura. Orang kampung biasa menyebutnya, tripingan. Tetapi orang kota punya penamaan lain yang jauh lebih keren, house music. Ada juga yang menyebutnya musik dugem (dunia gemerlap). 

Teman saya yang nyambi jadi pengamat house music membagi genre itu menjadi dua aliran besar. Yang pertama, house music yang cocok dinikmati sambil menenggak Chivas atau minuman keras berharga mahal. Yang kedua, house music yang biasa dinikmati oleh mereka yang mengonsumsi obat-obatan terlarang, dari Inex, Dextro, sampai Zenith. Tanpa obat-obatan itu, jangan harap Anda bisa menikmati musik dugem yang menurut almarhum Elvis Presley, tidak memiliki harmonisasi yang jelas.

Fenomena house music di kalangan masyarakat memang luar biasa. Bahkan saat ini, lagu-lagu perjuangan dan lagu-lagu daerah sudah banyak yang di-remix dengan iringan house music. Tak hanya itu, syair-syair sholawat nabi yang biasa dilantunkan dalam perayaan maulid juga dibuat versi dugem-nya.

Hal ini jualah yang membuat seorang pak haji pusing tujuh keliling. Ia tak terima jika syair-syair Islami dijadikan musik dugem. Ceritanya, Pak Haji ingin membubarkan acara weekend party yang digelar di halaman restoran cepat saji. Dalam acara tersebut, ratusan anak muda menghadiri pesta dengan iringan house music DJ Slamet yang sangat menggelegar.

Setelah menghabiskan sebatang rokok, ia memutuskan untuk datang langsung ke lokasi acara untuk menemui panitia penyelenggara agar event berbau dugem itu segera dibubarkan. Kalau ada kesempatan, ia juga ingin sekali menempeleng wajah DJ Slamet yang menurutnya ikut berkontribusi merusak mental generasi muda.

Sesampainya dis ana, pak haji hanya bisa menggelengkan kepala. Sambil mengelus dada, ia terus berusaha mencari celah sebagai alasan pembubaran acara. Di sana, ada empat gadis seksi sedang menari diiringi lagu-lagu house music yang disetel sangat kencang. Sehingga suara bass-nya begitu keras menghunjam gendang telinga.


Satu dari empat gadis seksi menggunakan busana penuh menutupi aurat, tapi sangat ketat. Lainnya menggunakan hot pants dengan perut terbuka yang mengundang syahwat siapa saja yang menonton. "Astagfirullah, Astagfirullah, Astagfirullah," kata pak haji sambil terus mengucap istighfar, "Ini namanya sudah meniru-niru orang kafir. Haram!"

Empat penari seksi, tanpa canggung dan malu-malu mulai mengangkangkan kakinya lebar-lebar. Pinggul dan pantatnya menghadap ke penonton. Matanya merem melek, lidahnya menggigit bibir, dan keringat seksi bercucuran membasahi kaos tipis dan rok mini warna putih yang mereka kenakan. Sementara DJ Slamet masih asik memutar-mutar peralatan DJ-nya sambil terus bergoyang.

Alunan musik tiba-tiba berubah. Lalu mengalunlah lagu-lagu daerah seperti Ampar-ampar Pisang dan Paris Barantai yang sudah digubah aransemennya menjadi irama dugem ala diskotek. Jantung pak haji berdebar-debar. Ia merasa tak terima karena lagu-lagu daerah yang dinilai sakral malah diubah menjadi house music yang biasa dinikmati orang-orang nggak waras.

Bahkan hatinya semakin panas ketika mendengar syair-syair yang biasa dinyanyikan dalam acara Maulid Nabi juga digubah menjadi lagu dangdut koplo. "Apa-apaan ini? Keterlaluan!" katanya, sembari terus merengsek masuk ke barisan depan penonton.

Tiba-tiba, salah satu dancer wanita yang berwajah manis nungging di depan penonton. Pak Haji yang sudah berada di baris depan terkaget dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia berusaha semampunya agar tidak melihat adegan vulgar itu.

Salah seorang dancer kemudian menoleh ke arah pak haji dan menjilati bibirnya dengan genit. Gadis itu kemudian menggigit bibirnya sembari terus berpose ala bintang film porno yang sedang bergaya ala doggy style. Pak Haji ndongong, ia tak bisa berkata-kata lagi.

Begitulah budaya anak muda masa kini yang semakin hari, semakin diminati masyarakat pesisir tenggara Pulau Kalimantan. Mereka lebih menggemari budaya dugem yang bagi orang tua seperti saya hampir tidak ada manfaatnya.

Belum lagi ditambah dengan peredaran obat-obatan terlarang yang nyaris tak bisa diberantas oleh aparat kepolisian. Ya bagaimana mau memberantas, wong oknum polisinya juga sering nongkrong di diskotek dan tak pernah absen hadir di acara party anak muda.  

Di sisi lain, tradisi dan budaya leluhur di Pulau Kalimantan semakin ditinggalkan. Miris ketika pergelaran seni dan budaya daerah tak seramai diskotek atau acara dugem yang telah membudaya di masyarakat Bumi Borneo. 


DJ Slamet masih asyik menggosok-gosok piringan hitamnya. Semakin malam, penonton semakin banyak yang merapat. Sebagian besar dari mereka sudah mabuk dan terus berjoget sesuai irama lagu. Sementara pak haji mulai merasa gerah. Ia melepaskan peci putih dan sarungnya. Kemudian jebolan Pesantren Al Glundungi itu bergegas menuju parkiran untuk menyimpan kopiah dan sarungnya di bawah jok sepeda motor.

Dari kejauhan, empat wanita sudah mulai menanggalkan busananya. Para pentonton semakin histeris dan terus memberi semangat kepada empat dancer seksi itu. Pak haji yang hanya mengenakan kolor dan kaos oblong mencoba merengsek masuk ke bagian depan. Ia berupaya sekuat tenaga menembus barikade ratusan penonton yang sebagian besar sudah teler. Setelah berhasil menembus barisan penonton, pak haji meletakkan sandalnya di tanah. Ia duduk, dan menikmati pertunjukan itu sampai selesai.



Komentar